Ikhlas; Sibuk Tapi Tetap Menulis*

Senin, 23 Februari 2009
Oleh: Nasruli Chusna**

Jum’at, 21 Februari 2009. Usai sholat ashar di masjid, mentor sekolah menulis SMART Word Smart Center Kairo, Udo Yamin Majdi, masuk aula sekretariat KMA (Keluarga Mahasiswa Aceh). Di belakangnya, turut mengiringi dua orang siswa dan seorang siswi. Udo berjalan menghampiri putrinya yang tengah tidur. Sementara itu, ketiga siswa langsung mengambil posisi duduk.

Tak lama kemudian, beberapa siswa lainnya datang. Setelah bersalam-salaman dan bertanya kabar, mereka duduk setengah melingkar. Udo yang kini telah berada di samping putrinya, terlihat akan mengungkapkan sesuatu. Pandangan semua siswa tertuju kepada Udo.

Udo membuka pertemuan dengan mengucap salam dan syukur. Lantas, menyapa hangat pada seluruh siswa. Ia menginginkan, agar para siswa memberi evaluasi terhadap pelaksanaan sekolah menulis SMART selama ini. Sekaligus menanyakan perihal tugas akhir, yang mestinya dikumpulkan saat itu.

Dayat, gitaris Clikt-It Band, membuka perbincangan setelah dipersilakan. “Perkenalkan dulu nama saya Hidayatullah, biasa dipanggil Dayat,” buka Dayat dengan memperkenalkan diri. Waktu itu yang hadir memang para peserta yang berlainan kelas. Jadi mereka jarang saling ketemu di kelas Word Smart. Dayat menyatakan bahwa tugasnya belum terselesaikan karena kendala tekhnis. Di tengah pengerjaan tugas, komputernya rusak dan perlu diperbaiki. Di samping itu juga, ada tugas lain yang harus dikerjakan.

“Baik, yang lain?” sela Udo.

“Kita kemarin disibukkan dengan ijro’at, karena akan bepergian ke luar negri,” seru Hilal, yang kali ini mendapat kesempatan bicara. Termasuk konstributor antologi cerpen KMA; “Kita menikah di surga”, sekaligus pimred buletin KMA ini menceritakan hambatan-hambatannya saat mengerjakan tugas akhir sekolah menulis SMART. Terangnya, salah satu kendalanya karena disibukkan oleh kewajiban lain di buletin.

Fathin, putri kedua Udo, terbangun dari tidur.

Sambil mengasuh “pahlawan” kecilnya, Udo meminta yang lain untuk bicara juga. Kali ini yang berujar adalah seorang akhwat. “Kalau kak Dayat komputernya rusak, saya malah nggak punya komputer,” tutur Martina. Jujur, kru buletin Terobasan berdarah Lombok ini mengatakan bahwa, sejak awal dirinya memang tak pernah mengumpulkan tugas. Entah mengapa, keinginan untuk menulis kadang terbengkelai oleh perkara yang tidak mendesak?

Tangan Udo menari di atas book note dengan pena-nya. Sedikit menunduk, ia menghirup nafas perlahan. Fathin, menggelayut di pangkuannya.

Udo mengedarkan pandangan pada seluruh siswa. Masih bersama “pahlawan” kecilnya, ia menukas, “Baik, terima kasih atas masukannya. Mari kita diskusikan bersama masalah ini.” Fathin kini sibuk dengan camilan dan minuman di depannya. Udo meluruskan dada dan menjawab pertanyaan para siswa.

Udo mulai mengisahkan secuil kegiatannya tatkala di rumah. Mengasuh anak, bekerja, membina istri dan menulis adalah sekelumit aktifitasnya sehari-harinya. Namun, meski sibuk, ia berusaha untuk istiqomah menulis. Sebagai moderator milis, ia selalu berusaha menyempatkan diri membalas email-email yang masuk. “Belum lagi kalau pertanyaan yang masuk, tidak berkenaan tentang dunia penulisan saja. Melainkan seputar tauhid, fiqih, dan sosial,” jelas Udo. Bahkan, kalau kita ikuti, website pribadinya dengan keluarga, selalu update mem-posting tulisan-tulisannya.

“Kemarin ini, saya diundang mengisi seminar di SINAI. Padahal, diwaktu itu saya juga harus bekerja,” Udo menambahkan. Dari kisahnya, ia melontarkan satu pertanyaan, “Nah, bagaimana saya menyikapi perkara seperti ini? Sementara, saya tak ingin mengecewakan semuanya. Keduanya sama-sama penting.” Lebih jauh, Udo mengatakan bahwa hal itu bisa disikapi dengan menukar jadwal saja. Yaitu ia akan bekerja, membuat tahu, setelah menghadiri undangan dari SINAI.

Dalam kasus seperti ini, kita harus bisa memetakan. Bagaimana kondisi kita saat itu (membaca realitas). Perkara apa saja yang kiranya wajib kita laksanakan dan mendesak. Kemudian, setelahnya kita bisa memilah dan menimbang, kewajiban apa saja yang bisa kita laksanakan bersamaan. Baru kalau misalkan tak menemukan “win-win solution”, maka kita bisa menyusun skala prioritas.

Pembahasan berlanjut. Fathin bermain di area colokan listrik. Karena khawatir, Dayat menghampiri dan menjaganya.

Diskusi terus mengalir seputar; bagaimana me-manage diri agar terus menulis? Dengan senang hati, Udo memberi pengarahan pada para siswa. “Yang lebih penting lagi, semua itu nggak bisa kita kerjakan, kalau tidak ikhlas, ” ujarnya. Segala sesuatu apabila kita ikhlas menjalankan, akan ringan kita kerjakan. Coba kita bayangkan, bagaimana mungkin melakukan sesuatu yang tidak kita kehendaki dengan baik? “Maka ikhlas adalah kuncinya,” ungkap Udo.

Para peserta, baik putra maupun putri, antusias mendengarkan penjelasan Udo. Mereka tak lupa mencatat hal-hal penting di booknote masing-masing. “Tapi yang lebih penting lagi,” tegas Udo. Sedikit menekan, Udo mengatakan, “semua hal tadi, akan susah dikerjakan jika hubungan kita dengan Allah tidak mesra.” Kita akan merasa hampa, jika hubungan dengan Tuhan tidak baik. Dan itu akan berpengaruh pada kondisi psikologi.

Sebelum menyudahi pertemuan, Udo sebagai mentor, menawarkan sebuah kesepakatan pada para peserta. Ia memberikan opsi, “Apakah penyerahan tugas akhir sekolah menulis, kita beri batas waktu atau tidak?” Para peserta lantas mengutarakan pendapatnya masing-masing.

“Iyah Ustadz, dikasih batas pengumpulan aja,” sergah Reza, siswa asal Aceh.

“Yah, gimana yang lain?” Udo mengharap masukan lain.

“Hmmm.. gimana yah?” Kali ini dari siswi.

“Saya sama Ruli, insya Allah terakhir tanggal 25 Februari Ustadz. Karena tinggal setengah lagi,” Dayat berkomentar.

“Sepertinya memang harus begitu, harus ada deadline-nya,” Hilal tak mau diam saja.

Beberapa masukan dari peserta, ditampung oleh Udo. Lantas, semua akhirnya sepakat bahwa batas akhir pengumpulan adalah pada 15 Maret mendatang. Bagi peserta dari KMA, tugasnya adalah menulis tokoh al-Azhar. Sedangkan bagi peserta non-KMA, adalah menulis tentang tokoh-tokoh Masisir. “Okelah, kalau gitu tolong kasih tau yang lainnya yah!” Tandas Udo sebelum menutup pertemuan dengan salam.

Kairo, 02:59 CLT, 23 Februari 2009

*Ustadz Udo dan sobat SMART-er sekalian, mohon maaf bila kutipan-kutipannya kurang tepat. Ini saya tulis dengan ingatan yang lamat-lamat saja. Semoga bermanfaat.
**Siswa sekolah menulis SMART Word Smart Center Kairo



Baca Selengkapnya...!

Bengkel Karya SMART

Selasa, 14 Oktober 2008
Berguru Pada Alam
Oleh: Ahmad Muhammad

Alam yang kita pijak ini merupakan suatu anugerah tak terhingga yang diberikan Tuhan kepada kita. Disamping memberikan segala yang kita butuhkan untuk hidup, seperti air, udara, tanah, alam juga mengajari kita banyak hal tentang hidup dan kehidupan. Banyak sekali pelajaran yang diberikan alam kepada kita jika kita memberikan sedikit waktu untuk melakukan perenungan. Alam mengajak kita untuk belajar kehidupan setiap saat, dan memberikan pelajaran kepada kita dengan bekerja tanpa banyak komentar apalagi interupsi.

Dari alam juga, banyak para tokoh yang mendapatkan inspirasinya dari sana. Sir Isaac Newton, ilmuwan besar penemu teori gravitasi menemukan teorinya itu terinspirasi dari buah apel yang jatuh mengenai kepalanya. Atau pernahkah anda mendengar ungkapan ‘Eureka’? Ungkapan yang sangat masyhur hingga sekarang itu berasal dari bibir Archimedes, orang pintar dari Yunani. Ungkapan itu meluncur ketika ia berhasil menemukan hukum hidrostatika yang terkenal itu, jika sebuah benda dimasukkan ke dalam air, maka air akan dipindahkan (tumpah) sebesar volume benda yang dimasukkan tersebut. Konon hukum itu ia temukan ketika berendam di bak mandi dan mengamati air dalam bak yang sebelumnya terisi penuh meluap tumpah ketika ia masuk kedalam bak tersebut.

Abul Anbiya’, Ibrahim as dalam pengembaraannya mencari Tuhan juga belajar melalui alam. Ibrahim menganggap bulan adalah tuhannya karena memberi penerang di tengah kegelapan. Namun ketika pagi datang kemudian matahari muncul dengan sinarnya yang lebih terang benderang, kesimpulan Ibrahim pada bulan berubah, kemudian menganggap mataharilah Tuhan yang maha besar itu.
Apa yang diharapkan Ibrahim pada matahari ternyata tidak memberi kepuasan batinnya tentang tuhan. Sebab ketika senja datang menenggelamkan matahari keperaduannya, Ibrahim pun berfikir mustahil tuhan menghilang. Masa-masa pencarian tuhan ini membawa Ibrahim pada pergulatan pemikiran yang sangat panjang. Sehingga sampai ia pada suatu kesimpulan bahwa apa yang dilihatnya itu adalah benda-benda yang memiliki pencipta (khalik) yang tak bisa dilihat, tak bisa digambarkan bentuknya, namun bisa dirasakan keberadaannya. Pencipta (Tuhan) inilah yang menjadi tujuan pencarian Ibrahim. Tuhanlah yang menciptakan alam yang luas dan permai ini.


Ketika menengadah keatas langit, perhatikanlah matahari, ia adalah symbol keadilan dan kasih sayang. Ia memberikan terangnya kepada seluruh manusia, tak peduli jahat atau baik, muslim atau non muslim, kaya atau miskin, semuanya mendapatkan sinar yang sama. Ia juga mengasihi makhluk Tuhan lainnya. Membantu terjadinya proses fotosintesis pada tumbuhan, membantu mempertemukan serbuk sari dan putik pada bunga, menjadikan dirinya pertanda bagi proses migrasi burung. Matahari juga dengan bijaknya selalu setia melaksanakan tugasnya dengan baik, terbit setiap pagi dan kembali ke peraduan pada sore hari. Tanpa protes tanpa keluhan.

Kita juga bisa belajar dari lebah, yang senantiasa bergandeng tangan bahu membahu menghasilkan sesuatu yang manis, bermanfaat bagi orang lain. Bekerja dengan hati yang riang dan semangat membara demi memberikan yang terbaik untuk orang lain.

Dari penguin, kita bisa belajar ketabahan dan pengorbanan. Pejantan penguin bersedia mengerami telur-telurnya di saat badai es dengan ganasnya menyerang, dengan setia ia menjaga bakal penerusnya itu dengan meletakkannya di atas kakinya, diam bergeming, walaupun ia harus menahan lapar dan haus sampai 4 bulan lamanya. Suatu pengorbanan luar biasa sampai-sampai tidak mempedulikan dirinya sendiri.

Bila kita melemparkan pandangan ke lautan yang luas dan tenang, kita bisa petik pelajaran tentang kerendahan hati dan ketenangan. Semua air dari dunia ini, baik itu air comberan, air sungai, atau air limbah yang membawa penyakit semuanya bermuara dan bertemu di laut. Semuanya hidup rukun dan damai menjadi satu. Sementara sang laut mengayomi mereka semua dan rela menjadikan dirinya asin sebagai penawar bagi penyakit dan kotoran yang dibawa oleh mereka. Semua air menuju ke laut dan laut dengan setia selalu menerimanya. Sebagai pelajaran, orang yang merendah dan berlapang dada selalu diterima dan dicintai semua orang, lain halnya dengan orang yang tinggi hati, orang segan mendekat, jurangnya dalam dan tak semua orang mampu untuk menggapainya.

Dari makhluk Tuhan lain yang katanya tak berakal ini, banyak sekali pelajaran yang dapat kita petik buahnya. Seekor salmon yang mengajarkan pengorbanan sehingga ia mampu menempuh perjalanan bermil-mil jauhnya hanya untuk melestarikan keturunannya. Hujan yang turun ke bumi kehadirannya sangat dinantikan untuk menyejukkan alam yang kering, membasahi bumi dan memberikan kehidupan pada makhluk yang lain, mengajarkan agar selalu melihat ke ‘bawah’ agar bermanfaat kepada yang lain. Dari pohon bambu kita bisa belajar akan ketegaran dan dan keluwesan, sekencang apapun angin yang meniupnya bambu selalu bisa berdiri dan tegak kembali, sedahsyat apapun ujian yang kita hadapi hendaknya selalu berusaha untuk bangkit kembali. Semut kecil yang biasanya kita acuhkan, ternyata juga mencontohkan arti indahnya kerja keras dan gotong royong. Saling tolong saling bantu demi tercapainya tujuan bersama.

“Jadikanlah alam gurumu”, seru William Wordsworth suatu kali. Lewat puisi-puisinya penyair kawakan Inggris yang tenar pada pertengahan tahun 1800-an itu mengingatkan kita agar tak segan berguru pada alam. Imam Al Ghazali berkata, "Berjalanlah kamu di atas dunia ini, maka banyak yang akan kamu lihat". Masih banyak lagi hal lain yang mungkin bisa kita petik pelajaran dari alam. Itu hanya setitik contoh dari lautan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh alam. Dan sekali lagi kita sebagai manusia harus bersyukur. Kita harus berpikir seribu kali atau mungkin berjuta-juta kali atau mungkin seribu juta kali untuk membiarkan alam yang kita tinggali ini rusak oleh tangan kita sendiri. Masih banyak sekali "misteri" di alam kita yang belum kita ketahui. Untuk itu kita harus berusaha memulai dari diri kita sendiri, untuk menjaga agar alam yang kita tinggali ini tidak rusak oleh tangan kita sendiri.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS : Ali Imran 190-191)

Ahmad Muhammad
Kairo, setelah menonton “Planet Animal”
Baca Selengkapnya...!

Bengkel Karya SMART

Sabtu, 11 Oktober 2008
Pengalaman adalah guru yang terbaik. Sobat PENA yang satu ini, Didi Suardi, menulis pengalaman pribadinya saat pertama kali datang ke Mesir. Bagaimana tegangnya, dan apa yang ia rasakan saat itu? Mari kita ikuti kisahnya.

Terdiam, Menunggu dalam Kekosongan
Oleh: Didi Suardi

Sebuah pengalaman yang menarik bagi penulis, dan sampai hari ini bayangan itu selalu dijadikan sebagai pijakan, motivasi dan pendorong buat saya peribadi. Mungkin kisah kecil ini tidak asing lagi di benak dan telinga kita. Bahkan ada sebagian diantara kita yang pernah mengalami apa yang penulis alami. Ada yang menganggap itu hal yang biasa atau lumrah tapi ada yang mengatakan itu justru menjadi antisipasi sekligus peringatan bagi kita khususnya sebagei pelajar mahasiswa. Plus Azhariyan.

Kami tidak akan menyalahkan siapa-siapa dalam hal ini. Tapi ini lebih di titik beratkan pada diri kami. Kami lah yang menjalani dan kami pula yang harus menanggung resikonya. Situasi dan kondisi bukan lah segala penyebab mundur dan majunya seseorang rosib dan tidaknya sebuah kenajahan. Itu semua bukan sebuah alasan tapi yang menentukan adalah usaha kita. Sejauh mana kita berusaha dan bersungguh-sungguh serta tak boleh menafikan satu hal yaitu berdoa. Maka Insya Allah kita akan memetik hasilnya.

Kata orang kesuskesan itu selalu indentik dengan ujian dan kerja keras. Jadi kalau kita mau menjadi orang yang benar-benar suskses? Baik itu sukses di dunia maupun di akhirat. Jelas kita harus mengikuti arurannya. Sampai orang kaya pun pasti memiliki langkah-langkah atau tahapan-tahapan dimana untuk menjadikan ia kaya. Begitupun dengan kesuksesan.

Nah pada kisah kali ini penulis ingin mengutarakan sekelumit kisah yang menurut saya pribadi, kisah yang sangat berperan penting dalam sebuah kehidupan. Mudah-mudahan saja ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

Ya! Ketika kami sampai di Negri yang dijuluki sebagai negri seribu menara ini. Sampailah saya dan teman-teman saya di rumah yang telah sediakan oleh broker kami. Alhamdulillah waktu itu kami baik-baik saja dan belum ada masalah apa-apa. Kurang lebih satu bulan hasil muqoyyad pun turun. Setelah kami mengecek ternyata muqoyyad kami bukan di Kairo melainkan di Tonto. Kami pun konfirmasi sama para senior untuk men-Tahwilkan kami dari Tonto ke Kairo. Apa pun resikonya dan mereka mau mengusahkannya.

Berangkat lah kami ke daerah sambil membawa berkas-berkasnya. Alhamdulillah ternyata semuanya berjalan dengan lancar. Tinggal menunggu hasih muqoyyad-nya. Kini kami sudah sudah bisa memastikan bahwa kami bisa kuliyah di Kairo. Kurang lebih satu bulan kami menunggu hasih muqoyyad-nya tapi tak kunjung turun juga. Kami khawatir sambil berharap-harap cemas. Munginkah kami keterima? Atau kah kami terpaksa kuliyah di daerah? Dan yang paling kami khawatirkan lagi, kami tidak masuk keduanya. Ditambah lagi kami belum sempat membeli buku diktat kuliyah. Saat itu kami bingung mana yang harus kami beli. Buku muqoror kuliyah kairo atau buku muqorrar Tanta.

Kini ujian tinggal kurang dari satu bulan lagi tapi muqoyyad belum turun juga. Kami semakin panik waktu itu, dengan perasaan yang sedikit terpaksa kami memutuskan untuk membeli buku diktat kuliath Kairo. Apa pun resikonya. Tapi ketika kami membeli ternyata sebagian dari muqararranya sudah pada habis. Cuma dua yang kami dapat.

Beberapa hari berikutanya muqoyyad-nya pun turun. Kami muqoyyad di kairo. Akhirnaya kami mulai untuk mengejer keteringgalan kami. Tapi tetap saja tidak bisa. Yang menurut hitungan jari ujian akan dimulai sebentar lagi.

Mungkin ini lah letak kesalahan kami kenapa kami tidak segera mengambil keputusan tanpa harus menunggu terlalu lama. Sampai akhirnya hampir menghabiskan waktu terlalu lama. Hanya dua kitab yang dapat kami seleseikan itu pun dengan bantuan bimbingan para senior. Sedangakan buku muqarrar yang selebihnya kami pinjam dari mereka tak sempat kami baca. Ujian termin petama al-Azhar kini suadah dimulai bagi yang Ushuludin dan Syariah hari berikutnya.

Saat kami menjalani ujian di al-Azhar, sudah sangat kerepotan sekali dari mulai cara belajarnya sampai dengan mengisi lembar jawabannya. Kalau hanya berbahasa Indonesia paling tidak kita bisa mengarang sedikit-sedikit tapi semuanya ini harus menggunakan tulisan Arab. Dua…tiga… mata kuliyah sudah kami lalui. Tinggal mata kuliyah yang ke-empat. Disini baru kami mengalami kendala dengan tuan tumah. Mereka menginginkan agar kami segera pindah dari rumah dengan alasan terlalu banyak yang tinggal dirumah itu. Perjanjian tuan rumah dan broker kami, rumah itu hanya boleh di tempati tak lebih dari 4 orang. Sedangkan kami semuanya ada 6 orang. Sebenarnya kami tidak tahu kalau ada peratursan seperti itu. Yang kami tau rumah itu disewakan untuk kami dengan harga yang telah disepakati.

Akhirnya dengan terpaksa kami harus pindah. Dia memberi kesempatan tiga hari. Kalau saja kami belum pindah mereka akan berlaku lebih dari hanya sekedar kata-kata. Dengan waktu yang sangat sedikit sekali, saya dan teman-teman serta dibantu juga oleh para senior segera mencari tempat tinggal baru. Tapi selama tiga hari itu pula kami belum mendapatkan rumah sama sekali. Sampai akhirnya kami menumpang di rumah teman-teman untuk semantara waktu.

Ujian yang tinggal satu kali lagi membuat kondisi kami berubah total, Belajar pun kadang kami lakukan di sembarang tempat. Yang penting buat kami bisa belajar.

Hampir pas satu bulan kami pun dapat rumah sewaan baru. Hari itu pula kami langsung bersiap-siap untuk pindah. Dan alhamdulillah kami bisa belajar dengan tenang.

Menurut kami, ini memang pengalaman yang pahit. Tapi ini mudah-mudahan bisa di buat pelajaran. Di samping itu pula, ini dapat mendidik kita untuk lebih giat dan rajin mundur serta melatih kesabaran juga. Walhamdulillahi Robil’alamin.

Game’ 09 September 2008

Baca Selengkapnya...!

Bengkel Karya SMART

Jumat, 10 Oktober 2008
Satu lagi cerpen karya sobat PENA. Buat para perokok, penting dan perlu untuk dibaca. Applause dulu deh, buat Said. Buat sobat-sobat penulis lainnya. Ditunggu karya-karyanya. Take care!

Free Smoke Area
Oleh: Nur Said

Tidak kusangka salah satu benda kesayanganku jadi pemicu masalah antara aku dan Dhina. Benda itu bukan motor Tiger unguku, celana belel atau miniatur-miniatur Mercy-ku. Benda itu murah, gampang didapat, dan selama ini tidak pernah absen menemaniku. Benda itu rokok.

Aku lupa bagaimana awalnya sampai Dhina begitu sensitif tentang ini. Bayangkan! Aku yang biasanya menghabiskan satu pak sehari dipaksanya berhenti. Itu namanya penyiksaan!

"Terserah kamu Mas. Pokoknya aku nggak betah ngobrol sama orang yang bau rokok. Apalagi dengan santainya merokok di depanku."

"Tapi Dhi, kamu dulu nggak pernah komplain soal rokok."
"Itu sebelum aku tahu gimana hebatnya benda jelek itu ngerusak tubuh kita."
Ah, dia nggak tahu sih nikmatnya mengisap lintingan tembakau itu.
"Aku akan sangat senang kalau kamu mau berhenti sedikit demi sedikit."
"Susah, Dhi…"
"Kamu belum nyoba."
"Sudah."
"Bohong!"

Aduh, ketus sekali dia. Coba kalau aku nggak sayang…"Dhi, aku kan punya hak untuk merokok." Aku berusaha merajuk. Dia tersenyum.
"Dan aku punya hak untuk menghirup udara yang bebas asap rokok." Dhina menatapku.

"Mas, di dunia ini ada banyak sekali orang macam kamu. Apa jadinya bumi ini kalau generasinya pada kecanduan rokok? Aku ingin mengubah hal itu. Kamu bantu dong!"

Aku mendengus sebal. "Sok idealis."
"Mas, gimana aku ngajak anak-anak kampus sementara cowokku sendiri perokok berat?"
Huh. Tadi sok tegas, sekarang mulai keluar manjanya. "Tauk. Aku ke kantin dulu. Lapar."
Kuseret kakiku asal-asalan. Meninggalkannya yang pasti sedang gondok kuadrat.
***
Semua berawal saat dia bergabung dalam Solidaritas Perokok Pasif, perkumpulan yang terbentuk setelah seminar tentang rokok dan dampak-dampaknya digelar di kampus beberapa bulan lalu. Sejak itu, hari-hari Dhina dipenuhi rapat-rapat penyusunan program pemasyarakatan lingkungan bebas rokok di kampus. Aku yang mengantar dan menjemputnya. Waktu itu dia belum terlalu cerewet. Tapi setelah kudengar mereka akan mengadakan kampanye antirokok, Dhina jadi superekstrem.

***
"Dhi, kalau kamu benar sayang aku, kamu terima aku apa adanya dong. Yang ada adalah Mas Said yang suka merokok."
Esok malamnya setelah pertengkaran itu, aku coba berbaikan.
"Kamu bau rokok!"
"Ya ampun Dhi, kamu keterlaluan!"
"Mas, kalau kamu tetap seperti ini, paru-parumu bisa bolong. Kamu bisa kena kanker, belum lagi…"
"Nggak usah dijelasin aku juga udah tahu."
"Kalau begitu kamu bego banget. Udah tahu tapi sok gengsi nggak mau berhenti."

Ugh, menyebalkan! Kuambil rokokku lalu kunyalakan. Di depannya. Tidak mengacuhkan tulisan besar di dinding teras: Free Smoke Area. Tapi belum sempat menyala, direbutnya rokok itu lalu dibuangnya. Kuambil rokok kedua. Dhina merebutnya lagi. Rokok ketiga, lagi-lagi dirampasnya. Rokok keempat, hei, dia membiarkannya. Aku menang!

"Kamu pulang aja deh," ucapnya ketus.
Tanpa menunggu reaksiku, dia masuk rumah dengan membanting pintu. Rokok tidak jadi kuisap. Aku memandanginya lalu membuangnya bersama-sama tiga rokok sebelumnya. Kurasa aku kalah.
***

Dhina belum juga menghubungiku. Padahal aku yakin dia akan menyerah dan minta maaf. Aku sendiri berat hati untuk meninggalkan rokokku tersayang.

Kampanye sudah mulai berjalan. Poster, karikatur, dan spanduk menghiasi kampus. Sebal aku melihatnya. Tapi mereka berhak melakukan itu. Dan aku berhak merokok.

Akhir minggu ini, parade band plus basar dilangsungkan. Bodoh. Mana ada anak band bersih rokok? Dan sekarang justru band yang dipakai sebagai alat kampanye.

Aku sengaja singgah di stan Dhina. Kulihat ada buku-buku yang 100 % menghina rokok. Kucomot satu. Kulihat judulnya. Tentang orang-orang yang kencanduan rokok tapi berhasil keluar dari ketergantungannya.

Kulirik Dhina. Dia sibuk menjelaskan pada pengunjung hal-hal yang sebetulnya sudah jelas. Dia tidak melihatku atau pura-pura tidak melihatku?

"Mulai tertarik nih?" Akhirnya dia menyapa.
"Nggak juga. Aku kangen sama yang jaga stan," godaku.
"Kamu sial Mas. Karena penjaga stan ini ingin memberimu buku itu cuma-cuma." Dhina menunjuk buku di tanganku.
"Nggak tertarik." Kuletakkan buku itu.
"Sudah kubilang, buku itu buat kamu. Terserah mau kamu apain."
Ah, senyum menyebalkan itu lagi. Sebelum kepalaku meledak, aku pergi dari sana.
"Hai Mas!"
"Hei, Fer. Ngeband?"
"Yoi. Aku gabung band baru. Bandku bintang tamu di sini."
"Hebat," pujiku. Nggak heran sih. Fery jago main berbagai alat musik. Terutama gitar. Aku pernah dikalahkannya pada festival band waktu SLTA dulu.
"Buku apaan?"
"Eh, bukan punyaku." Cepat-cepat kukibaskan buku itu. Kalau Fery melihat judulnya, bisa malu aku.
"Wah, buku bagus tuh. Aku berhenti merokok juga dibantu buku itu."
Ha? Aku ternganga. Fery yang ngajarin aku merokok dan sampai terakhir ketemu, waktu festival band, levelnya jauh di atasku. Dan sekarang dia bilang sudah berhenti?
"Berhenti?"
"Sama sekali. Memang butuh waktu dan pengorbanan. Kamu sendiri?"
"Masih. Kenapa berhenti Fer?"
"Kita tahu jeleknya rokok. Dulu aku sebal waktu disuruh berhenti. Tapi setelah aku ke dokter dan tahu kalau paru-paruku sudah mirip permukaan bulan, aku ngeri. Bahkan dokter bilang aku bisa kehilangan kakiku kalau aku masih bandel. Aku menyerah."

Aku terdiam. Dampak-dampak itu aku sudah tahu. Sebenarnya apa yang membuatku enggan berhenti? Gengsi?

"Paling susah kalau ngumpul teman-teman. Tapi lambat laun mereka mendukung juga. Aku siap-siap dulu Mas. Sebentar lagi giliranku."

Aku tersenyum. Kubuka buku dari Dhina. Kubaca sedikit dan aku tidak menyangka kalau aku tertarik. Ah, aku kok jadi ingin mencoba berhenti ya?

***
Dhina kelihatan capek. "Sudah mau pulang?"
"Mau nganter?"
"Yap."
"Kubereskan ini dulu."
"Kubantu." Dhina tersenyum. Dia masih manis meski terlihat kuyu.
"Dhi, bukunya oke. Buku sialan itu berhasil mempengaruhi aku." Kucoba mencairkan suasana.
Senyum terulas di wajah Dhina.
"Jangan diam aja dong."
"Aku senang begomu sudah hilang."
Cewek ini tangguh benar. "Aku sadar nggak ada alasan terus menjalani kebiasaan buruk ini."
"Dari dulu juga begitu."
"Yang romantis dikit dong Dhi."
"Oke, pacarku sayang. Aku seneeeng banget kamu mau coba berhenti merokok."
"Tapi nggak sekaligus lho."
"Iya aku tahu. Kurangi sedikit demi sedikit. Aku bakal jadi pengawas yang galak. Mas, anggap ini sebuah kontes."
Aku mengernyitkan dahi.
"Bisa berhenti berarti menang."
"Hadiahnya?"
"Tentu saja kamu jadi sehat?"
"Itu saja?" tanyaku nakal.
"Hatiku, itu grand prize-nya."
"Jadi selama ini kamu belum memberi hatimu?"
"Belum semuanya." Dia tertawa menang. Tapi aku senang karena akan kumenangkan hatinya.
"Dhi, Mas sayang Dhi."
Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin, dan…perang dengan yayang!

Baca Selengkapnya...!

Bengkel Karya SMART

Rabu, 08 Oktober 2008
Salam, Sobat penulis semua. Apa kabar? Dear. Kali ini sahabati kita, Maramita elfani, mengajak kita untuk kembali merenung. Apakah segala tindak-tanduk kita, telah didasarkan pada niat yang benar. Oleh karena Allah kah? Uang kah? Perhatian kah? Cinta kah? Prestise kah? Atau... apa? Mari kita simak bersama!

Sulit mendeteksi "Lillah"
Oleh: Maramita Elfani

Ah, apa itu Lillahita’ala???
Karena Allah?
Hanya untuk Allah?
Hemm, mungkin saja seperti itu.

Bukan hal yang sulit untuk mengatakan, “aku melakukan semua ini lillahita’ala”, “aku beribadah lillahita’ala”, “aku beramal lillahita’ala”. Bahkan, “aku mencintaimu lillah”. Ah, bagiku terlalu mudah untuk sekedar mengeluarkan kata-kata itu dari mulut manusia.

Seandainya kata-kata itu bisa dijual. Mungkin saja akan ada berjuta-juta orang yang akan membelinya. Tidak menutup kemungkinan para manusia itu akan menumpuknya sebagai stok untuk di jadikan simbol dalam mengiringi segala tingkah lakunya.

Aku tidak yakin “lillah” itu banyak termiliki oleh makhluk yang bernama manusia. Terlalu banyak hal dalam sesuatu. “Lillah” dan “tendensi” itu berbanding begitu tipis. Banyak orang yang mengecoh dan terkecoh dengannya. Yah, sekali lagi hanya simbol. Dan itu semua bullshit!.
Teramat sulit melakukan sesuatu hanya untuk-Nya. SANGAT!!!

Banyak tedensi yang berdiri tegak dengan kemilauan cahaya fananya. Dan sayangnya, sering kita terlelap dengannya, tak sadar!

Hanya kalangan elitis --di hadapan-Nya-- lah yang mampu melakukannya. Dan sekali lagi, sangat sulit terdeteksi. Orang-orang tertentu, pilihan, dan hamba ideal yang di inginkan-Nya lah yang mungkin bisa sampai pada tahap itu.

Barometer “Lillah”, bukanlah ikhlas dhohiri yang hanya terlacak via asumsi mata yang melihatnya. Tidak menutup kemungkinan memang, namun ibarat data, validitasnya perlu di pertanyakan. Bukankah don’t judge anything by the cover? Kecantikan cover bisa direkayasa oleh layouternya. Dan mungkin itulah yang sering kita lakukan dalam lelap kita. Tanpa ada khudlur dengannya, namun sebaliknya, dalam kondisi yang futhur.

Lillah, perlu dzauq. Lillah perlu ikhlas internal. Lillah perlu khudur. Lillah tak kenal tendensi, obsesi apalagi ambisi. Lillah hanya bisa di ketahui oleh dua pihak, dia dan Dia.

Mungkin saja dalam lelapku aku mengatakan, “Aku ingin bershadaqah lillah”. Yap, mungkin saja seorang aku benar-benar lillah. Tapi, tidak menutup kemungkinan seorang aku sedang lupa begitu saja dengan konsekuensi yang di harapkan oleh nuraniku. Dengan mencoba untuk tidak menyadari bahwa aku memang menginginkan sebuah pujian. Atau mungkin saja balasan dari manusia yang lain. Atau bahkan demi sebuah nama baik. Atau bahkan surga. Hmm…lalu itukah lillah?

Atau bahkan saat seseorang mengatakan “Aku mencintaimu lillah”. apa itu?
Yakin cinta itu lillah? Sebentar, tak perlu sebuah jawaban sepertinya. Untuk satu statemen ini, agaknya perlu seribu pertanyaan untuk mengambil sebuah kesimpulan.

Lalu atas dasar apa seseorang mencintai?

Menginginkan?

Ambisi?

Kepentingan?

Nafsu?

Prestise?

Atau apa?

Bahkan dengan seorang teman. Misalnya saja, seorang aku mencintai seorang sahabat. Bukan hal yang sulit untuk mengatakan semua itu hanya untuk-Nya. Hanya saja, terkadang seorang aku lupa atas sebuah kepentingan. Mungkin aku menyukainya karena dia pandai, ramah dan baik bagi seorang aku. Dengan sahabat itu, dia bisa melakukan apa yang dia inginkan. Sahabat itu mampu mendukung seorang aku untuk mencapai idealismenya. Atau bahkan seorang aku hanya merasa lebih nyaman bersamanya. Tidak ingatkah bahwa semua itu masih berbalut warna putihnya sebuah kepentingan?
Ah…lalu itukah lillah?

Aku tak ingin menodai kata itu. Lillah adalah lillah.
Tak ada kata yang patut untuk mendeskripsikannya. Terlalu suci dan sakral.

Lillah tak mengenal hijab antara dia dan Dia.

Tak ada tendensi apapun…

Yah hanya Lillah

Dan itu sangat SULIT

Wallahua’lam

Akupun tak tahu bagaimana cara melakukannya

Rabbi, tunjuki kami
Hanya jangan keluarkan kami dari koridormu
Bantu kami mencintai-Mu
Bukankah cintaMu kepada kami lebih besar dari pada cinta kita untuk-Mu?
Rabbi…

Maafkan kami

El_Funny
0400808 =>02:45
Baca Selengkapnya...!

Bengkel Karya SMART

Kamis, 25 September 2008
Ksatria Greystone [Bag. 2]

Intrik di Menara Jingga
Oleh: Abid Abdul Mun'im

Dihempaskannya meja saji dihadapannya, pemimpin klan Subterranean Termite berbadan kekar itu murka bukan kepalang. Kepala bulatnya seperti helm para Globullar[1] menanduk-nanduk apa saja dalam jangkauannya. Sekarang pandangannya tertuju pada Bellickosus. Penglima yang membawahi duaratus ribu Elite Nasute[2] itu mundur selangkah, tersenyum kecut. Sambil menelan ludah ia bermaksud menjelaskan keadaan dan situasi peperangan, namun sang tuan lebih dulu memotong kalimatnya.

“Akupun membaca berita!” Potong sang pemimpin bernada berang. “Aku sama sekali tak butuh laporan kondisi pasukanmu atau kerugian pihak musuh. Aku hanya menginginkan hasil kemenangan, titik!”

“Siap, Lord Nassutz!” jawabnya tegas.
Bentakan Nassutz Termitius kepada jenderal favoritnya membuat seisi arena koloseum mendadak sunyi, erangan para gladiator yang sedari tadi bergumul itu terhenti. Hanya dentingan gelas-gelas pelayan yang gemetaran memegang talam berani ‘protes’ pada sang tuan.

Ia memang berhak geram, keseriusannya menonton gulat para Stag Beetles[3] terganggu dengan kedatangan berita tidak menyenangkan, kekalahan telak di pertempuran memperebutkan kota Chameleon Base. Padahal yang didambakannya saat ini adalah kalimat ‘mission accomplished’ terucap dari mulut sang jenderal. Kota yang wajib ada ditangannya sebelum berakhir musim gugur ini sudah lama tercatat dalam agenda rahasianya. Sebuah misi terselubung dibalik rencana pendudukan yang para penasehat militernya termasuk perdana menteri saja tidak mengetahuinya kecuali putera mahkota. Hanya di tangan kedua sahabat inilah rahasia besar yang masih tetap menjadi misteri itu tersimpan rapi.
Untuk kali kedua kota garnisun tentara Red Ants itu gagal ditaklukkan meski telah dikirim bala bantuan brigade defensif Phragmotican[4] untuk menangkis unit-unit Odontomasus[5] yang terkenal agresif, tetap saja pasukan super elit tersebut tak berkutik menahan serangan balik para pembela kota. Dengan situasi yang nyaris serupa, kekalahan karena masalah logistik, sebuah perkara klasik sekaligus krusial di dunia kemiliteran.

“Segera adakan rapat darurat. Utus kurir keseluruh sentral komando, panggil semua panglima angkatan bersenjata!” Perintahnya.

Ampiteater pribadi panglima tertinggi itu segera dikosongkan. Sebelum mega di ufuk barat menghilang seluruh komandan armada tempur dari penjuru negeri telah berkumpul. Tidak mudah mengundang jenderal yang bertugas di wilayah pada jarak beberapa hari perjalanan darat hanya dalam waktu yang singkat. Para perwira tinggi itu dapat tiba tepat waktu dengan mengendarai sejenis belalang gurun dengan daya jelajah yang super cepat, Desert Locust[6]. Emperium raksasa ini tentu membutuhkan efesiensi waktu dalam tiap denyut nadi sistem administrasi negara, selain dipimpin oleh kepala pemerintahan tegas dan otoritarian seperti Lord Nassutz.

Derap langkah pasukan Globullar mengawal sebuah tandu bergema memasuki Ruang pertemuan. keluar dari balik tirai Ratu Rhinoa Elithrya diiringi barisan pelayannya. Ratu bangsa rayap itu berkenan hadir dalam rapat darurat untuk menyampaikan pandangannya mengenai situasi terakhir pasca ‘Autumn Operation’, sandi yang digunakan dalam agresi pembebasan Chameleon Base. Dalam dunia serangga, peran seekor ratu amat berpengaruh terhadap arah dan pola kebijakan politik sebuah koloni. Ratu rayap bukanlah pengecualian, setiap kata dalam ucapannya merupakan hukum negara, setingkat dengan undang-undang yang dipegang oleh Majelis Agung. Hirarki dan kasta, sifat anthroposentris[7] dalam kehidupan koloni ini tergambarkan secara apik, bak simfoni interaksi masing-masing individu memainkan perannya.
Kasta ksatria seperti Globullar, Nasute dan sejenisnya tidak mampu bertahan hidup tanpa dukungan rayap-rayap pekerja yang melayani kebutuhan logistik. Bukan suatu yang luar biasa jika sebuah pasukan besar dapat kehilangan moral bertempur sehingga dapat dilumpuhkan secara mudah hanya dengan dihancurkannya ransum makanan dan dpisahkan dari rayap pekerja trophallaxis[8]. Kelemahan mendasar ini benar-benar dimanfaatkan oleh jenderal-jenderal Red Ants yang sejak awal telah mempelajariya.

Kegagalan ‘operasi musim gugur’ yang dipimpin jenderal Bellickosus disebabkan kekeliruannya membaca langkah strategik yang dilakukan musuh. “Kelincahan gerak serdadu semut amat sulit diprediksi” kilahnya. “Setiap manuver menghasilkan efek serangan yang bervariasi dan mematikan. Terkadang tusukan-tusukan ke jantung pertahanan hanyalah pengalihan saja, sedangkan serangan yang sesungguhnya adalah menghancurkan divisi logistik yang jauh dibelakang garis pertempuran”.

Taktik brilian lainnya yang diterapkan anak buah Antius Alpha adalah kesuksesan penyergapan di lembah berpasir, di kaki bukit hutan Gramini. Insiden Lembah Pasir itu merupakan peristiwa memalukan dalam sejarah kejayaan klan Subterranean Termite yang membentang dari padang rumput ‘hutan’ Gramini hingga bibir rawa Dragonest sarang para naga terbang disebelah timur, sampai kota Karang Kecil yang dua tahun lalu masih milik kerajaan semut.

Rapat melelahkan itu berlangsung semalaman. Poin penting yang dihasilkan salah satunya adalah pengalihan tugas kepemimpinan Autumn Operation dari Jenderal Bellickosus kepada Pangeran Cubitermius Elithrya, putera mahkota kerajaan rayap. Walaupun pola kerajaan mereka menganut sistem Matrilineal, dimana kepala negara atau kerajaan dikuasai oleh garis keturunan dari pihak ibu, namun untuk kepala pemerintahan dan administrator tetap diserahkan kepada pihak yang paling berkompeten. Dalam hal ini pemerintahan tidak bersifat matriarkhi melainkan tunduk pada mekanisme Musyawarah Majelis Agung.

Poin lain membahas strategi baru yang diajukan Panglima tertinggi Autumn Operation III serta rencana aliansi dengan ‘gerombolan’ klan Wasp. Untung rugi kerjasama persekutuan ini berdampak sangat luas, terutama mempengaruhi pamor kerajaan. Reputasi mereka yang terkenal licik dan beringas, bermental pengecut dan tidak pernah mengenal istilah imbang atau adil dalam setiap perundingan. Sederhanya, Klan Wasp adalah Perampok! Rakyat akan menilai aliansi ini sebagai bukti lemahnya pemerintah dibawah kendali Lord Nassutz.

“Keputusan pemerintahan Nassutz sungguh tidak populer. Mengapa semakin tua ia malah menjadi semakin kekanak-kanakan, tingkahnya kini seperti larva!” Kritik seekor Fairyfly[9] disebuah bar menyeletuk, diikuti gelak tawa para pengunjung.

“Demi ratu rayap! Jika aliansi ini gagal, dan kita kembali berdamai dengan semut, aku akan mentraktir kalian semua yang ada disini” sumpah pengunjung yang lain diujung meja, seekor Pseudergate[10].

Bagaimanapun, strategi telah disusun, pucuk pimpinan sudah ditunjuk. Hari ini Mound Dome dipenuhi ratusan ribu tentara rayap, mulai dari infantri gerak cepat Elite Nasute sebagai garda terdepan, pasukan ‘beladiri’ Phragmotican, hingga Globullar yang ditugasi mengawal divisi logistik, serta brigade tempur elit super rahasia, Dimorvicon. klan Subterranean Termite sedang bersiap memobilisasi seluruh kekuatannya. Perang besar segera dimulai.

***

Anthill, julukan untuk semua kota para semut lembah. Sebuah kota tentara berdiri diantara rimbunan rumpun lili. Didepan gerbangya membentang luas padang rumput Gramini, kuning keemasan diterpa matahari sore musim gugur, bagaikan bulu rubah melambai tertiup angin utara yang membekukan. Para pekerja konstruksi klan Red Ants terlihat kelelahan memperbaiki dinding-dinding benteng. Beberapa menara berwarna jingga tempat mengintai musuh yang seakan baru kemarin menjulang megah, kini hanya berbentuk puing-puing. Kenyamanan penduduknya telah lama terusik akibat perang brutal, menyisakan kepedihan ditiap sudut kota.
Kota yang menjadi incaran Lord Nassutz ini seperti tidak pernah tidur. Kekhawatiran atas serangan susulan menjadi cambuk penyemangat untuk mengembalikan kebanggaan yang dulu pernah berjaya. Siang malam aktivitas semut pekerja terus berjalan. Dipusatkan pada renovasi benteng disekeliling kota, pembangunan kembali itu membutuhkan tenaga yang tidak sedikit. Ribuan semut pekerja dikerahkan, arsitek-arsitek dari klan Weaver Ants[11] didatangkan, belum lagi kumbang-kumbang bulldozer yang diterbangkan dari hutan pinus Greystone. Agaknya Antius Alpha menyadari betul arti penting mempertahankan salah satu kota satelitnya ini.

Chameleon Base, dahulu merupakan Bivouac[12] atau tenda peristirahatan sementara para pedagang antar klan serangga, kemudian berkembang menjadi kota transit yang menghubungkan tiga kerajaan besar: Subterranean Termite, Red Ants, dan Fire Ants. Posisi strategis kota yang bersifat heterogen dengan sistem administrasi dikuasai serangga Myrmica[13] ini kini dihuni berbagai klan serangga mutualis seperti kutu daun, larva kupu-kupu, kepik, dan jangkrik. Mereka dikenal dengan sebutan Myrmecophilian[14], sahabat para semut. Myrmecophile, sekutu klan semut adalah mereka yang selalu bahu-membahu memajukan kota Chameleon Base. Para Aphid (kutu daun) misalnya, keahlian mereka sangat diperlukan dalam memproduksi honeydew[15] dari getah tumbuhan sekitar, sebagai sumber tenaga dan minuman kesehatan dimusim kemarau karena khasiatnya yang menyegarkan. Chameleon Base merupakan kota industri, penyuplai terbesar madu non lebah bagi kota Cathedria, ibukota kerajaan Subterranean Termite, musuh sekaligus sumber devisa. Cukup satu kata untuk menggambarkan situasi ini, ironik.
Tidak jelas mengapa kota ini disebut Chameleon Base. Tidak secuilpun tanda, bentuk maupun pola yang merefleksikannya dengan chameleon (bunglon). Bentuk luarnya hanyalah gundukan tanah setinggi tiga kaki (lebih kurang 1 meter), dikelilingi menara-menara tinggi dengan dinding ornamen jingga menandakan bahan bakunya berasal dari lapisan tanah dalam. Artinya terowongan-terowongan yang digali membentuk jaringan labirin itu mencapai beberapa meter kearah pusat bumi.

Langit cerah bertabur bintang, menyambut kadatangan malam yang dingin dibulan September. Jauh kearah matahari terbit terdapat bongkahan membentuk bola lonjong seperti buah labu yang kering dan menghitam menggantung di dahan pohon oak. Disanalah para Wasp si perampok berhura-hura menghabiskan jarahan mereka, mabuk sambil menari diatas hasil jerih payah serangga lain. Wasp adalah serangga predator yang amat kejam. Pekerjaan kotornya menculik larva-larva serangga untuk dijadikan pekerja paksa di tambang-tambang Mudpulp[16] atau dijual ke pasar budak.
Duduk di singgasananya ketua gerombolan Wasp, Dominicus Vespulius. Dialah yang membuat seluruh penghuni Greystone hidup dalam ketakutan yang mencekam. Kemasyhurannya di dunia kegelapan layak disejajarkan dengan saudara-saudaranya dari suku Braconid[17]. Serangga iblis yang mampu mengendalikan serangga lain dengan cara menyuntikkan telur-telurnya dalam tubuh hewan lain. ‘Mantra-mantra’ para penyihir ini kemudian mengontrol sistem syaraf, membuat serangga yang terjangkit kehilangan kesadaran seperti mayat berjalan, mereka menjadi zombi.

Mata ocelli[18] Dominicus Vespulius berkilap menginspeksi anak buahnya. Prajurit-prajurit fanatik dan loyal pada tuannya itu sibuk mempersiapkan peralatan-peralatan perang. sebagian terlihat sedang mengasah sengatnya, ada pula yang mencoba baju zirah yang baru didapatkannya, sementara kelompok lain bergerombol melingkari sebatang jamur untuk menghangatkan diri.
Seekor Wasp muncul tergesa-gesa kearah sang tiran, setelah mendapat izin ia mendekatkan kepalanya membisikkan sesuatu.

“Sempurna!” teriak sang pemimpin congkak penuh kepuasan. “Dengarlah prajurit-prajurit setiaku, malam ini kalian akan bergabung dengan legiun rayap, dan kita akan membantu mereka menaklukkan Chameleon Base. Persiapkan amunisimu, Runcingkan sengatmu, songsong peperangan di depanmu. Bersiaplah menuju pesta kemenangan! Hai Menara jingga, kami datang…!”
“Bravo Admiral Dominicus! Hidup klan Wasp!” sahut para prajurit penuh semangat.

Dengungan sayap-sayap wasp memekakkan telinga, menandai sepasukan besar skuadron tempur tengah bergerak. Laksana awan hitam penuh kutuk, gerombolan perampok itu terbang bergulung-gulung, merampas apa saja dalam jalur perlintasannya. Telur-telur serangga menjadi incaran mereka sebagai sumber energi, bahan bakar terbaik selama perjalanan.
Antius Alpha tidak akan memberikan kesempatan kepada para penyerang untuk kesekian kalinya. Mata-mata telah melaporkan bahwa ada indikasi keterlibatan klan Wasp pada penyerangan kali ini. Oleh karenanya melalui gubernur militer Chameleon Base ia telah menginstruksikan divisi artileri anti serangan udara, Brachinus[19] si kumbang pembom. Belum puas dengan pasukan artilerinya, Lord Antius juga melengkapinya dengan ‘amunisi’ Cochineal[20], jenis kutu yang tubuhnya dipenuhi serbuk berwarna merah.

Pasukan koalisi rayap dan wasp berkemah diluar kota, menutup semua akses masuk dan keluar. Ini adalah pengepungan! Meski Perang belum dimulai, namun kegelisahan dibenak prajurit-prajurit semut tergambar pada raut wajah mereka. Faham akan gelagat tak baik ini, Panglima tertinggi Brigade Pertahanan Kota, Gubernur Jenderal Maximus Formicus menenangkah hati para prajurit.
“Sekarang adalah hari yang besar. Setiap prajurit yang bergabung dalam misi pertahanan ini akan menjadi pahlawan dan akan dikenang sebagai pahlawan diseluruh lembah Greystone. Nama kalian akan tercatat dalam sejarah dan diagungkan oleh anak cucu kalian. Persiapkan dirimu, teguhkan hatimu, runcingkan sengat-sengatmu, tajamkan capit rahangmu. Ingatlah hari ini, sebab mulai hari ini kalian tidak bisa lagi mundur. Hari dimana takdir kota ini diserahkan kepadamu! Bangkitlah wahai pahlawan menara jingga!”

Serasa mendapat suntikan adrenalin, semangat prajurit semut kembali mengalir di pembuluh darahnya. Kepekaan sang jenderal sekali lagi teruji. Namun ia masih bimbang, sampai kapan prajurit-prajuritnya mampu menahan keberingasan tentara Nassutz yang begitu terobsesi pada kotanya? Jawaban yang tentunya hanya didapat setelah peperangan ini usai.
Sebuah grup utusan rahasia membuyarkan konsentrasinya menunggu untuk dipersilakan masuk. Mereka tidak mengenakan baju zirah elytra[21], mengisyaratkan mereka bukan dari kesatuan militer.

Sebuah gulungan kertas diberikan kepada sang Jenderal. Surat yang dibubuhi stempel pribadi Pemimpin Subterranean Termite, tercetak dari cincin Nassutz Termitius itu berbunyi:

“Dari Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Subterranean Termite
Jenderal Tertinggi Nassutz Termitius

Kepada Kepala Pemerintahan Chameleon Base

Gubernur Jenderal Maximus Formicus

Pasak kemah telah dihujamkan

serdadu musuh telah dibariskan
menara jingga yang diagungkan

hendak terbakar dan dilupakan
hajat samar ‘kan diterangkan

demi damai yang menenangkan
Jikalah tak bertepuk sebelah tangan

tinggalkan yang terbijak disisi tuan

Semoga kedamaian selalu menaungi lembah Greystone.”

Satu jam lamanya Jenderal Maximus Formicus termenung sambil sesekali memandangi surat tawaran yang diajukan pemimpin para rayap, surat yang disampaikan dengan gaya metafora itu bermakna sangat dalam dan amat menentukan nasib kota. Otaknya terus berputar, ia menyadari sebuah keputusan beresiko tinggi harus segera diambil. Akankah kedamaian kembali melingkupi Greystone jika ia menuruti tawaran ‘peta jalan damai’ ini? Ataukah kedamaian hanya bisa direngkuh dengan memukul mundur gabungan dua pasukan super masif tersebut dengan tangannya sendiri?
Maximus memanggil utusan tertua ke ruang pribadinya dan mempersilakan yang lain kembali. Kemudian tawaran musuh itu disampaikan sang utusan. Ia hanya manggut-manggut saja ketika utusan musuh itu menerangkan dimana posisi keberpihakan klan Subterranean Termite sebenarnya dalam pertarungan memperebutkan Chameleon Base ini. Semua argumentasi disampaikan, seluruh strategi dibeberkan, keputusan telah diambil.

Awalnya ia meragukan beberapa opsi yang diajukan Lord Nazzuts. Bagaimana mungkin ia dapat mempercayai musuh yang selama ini memerangi serta menginginkan kotanya? Dan ia tidak memiliki cukup waktu mendiskusikannya dengan jenderal tertinggi Antius Alpha. Tapi ia tahu bahwa Nassutz Termitius adalah pemimpin yang selalu memegang kata-katanya. Lagi pula dalam sejarah keseranggaan rayap merupakan serangga pemakan kayu yang defensif, tidak suka menyerang. Sebaliknya, klan Red Ants adalah semut karnivora yang bersifat agresif.
***

Perang terbuka dimulai, pasukan Nassute di sayap kanan bergerak marching mendekati gerbang kota dalam barisan rapat sambil memayungkan perisainya diatas kepala, diikuti satuan kecil tentara wasp terbang di atasnya membentuk formasi menyerang. Brigade bertahan melepaskan bom-bom Cochineal kearah pasukan darat yang sedang bergerak itu. Asap merah mengepul memenuhi medan perang. Secara tiba-tiba satuan super elit Dimorvicon muncul dari balik barisan rapat Nassute kemudian mendobrak gerbang utama kota Chameleon Base. Gerbang kota mulai retak. Belum ada reaksi balasan dari tentara semut yang mengawal gerbang.
Serangan berikutnya ‘jet-jet’ tempur wasp memberondong ke puncak menara-menara kota dengan sengat beracunnya, disambut dengan bombardir pasukan anti serangan udara Brachinus menyemburkan cairan panas ketubuh pasukan wasp. Korban dari kedua belah pihak berjatuhan. Dominicus segera mengirim pasukan bantuan. Serangan ini berhasil memukul brigade pertahanan di garis depan, sebuah menara rebah berantakan.

Di depan gerbang, Dimorvicon, tentara rayap bertubuh raksasa itu baru saja berhasil menjebol pintu utama. Dalam sekejap satu batalion Phragmotican berhamburan ke pusat kota. Seekor komandan rayap berteriak memerintahkan pasukan berhenti. Ia menyadari sesuatu yang tak lazim sedang terjadi. Jalanan sepi, blokade-blokade kosong, rumah-rumah dan pertokoan tertutup rapat. Benarkah kota kebanggaan para semut telah dikhianati oleh penduduknya sendiri? Pangeran Cubitermius Elithrya turun dari kereta perangnya tersenyum puas penuh kemenangan. “Akhirnya, satu langkah lagi menuju kedamaian” bisiknya.


[1] Globullar adalah kata rekaan dari istilah globular, yang merupakan jenis rayap parajurit berkepala besar (phragmotic), bertugas memblok pintu sarang koloni menggunakan kepalanya untuk menghambat serangan penyusup.

[2] Nasute adalah jenis rayap prajurit yang memiliki nasus (hidung bersengat) beracun.

[3] Stag beetle (Lucanus cervus) adalah sejenis kumbang tanduk. Saat musim kawin mereka memperebutkan betina dengan berkelahi dan sering terlihat seperti atlet yang sedang bergulat.

[4] Phragmotican diambil dari kata phragmotic adalah jenis rayap prajurit yang memiliki capit (mandible) yang berukuran besar.

[5] Odontomasus atau Odontomachus adalah genus dari semut karnivora (pemakan daging).

[6] Desert Locust (Schistocerca gregaria) adalah sejenis belalang gurun yang hidup di semenanjung afrika utara bagian timur dan menjadi hama bagi petani.

[7] Anthroposentris, memiliki cara hidup seperti lingkungan manusia.

[8] Trophallaxis adalah perilaku transfer makanan pada serangga dari mulut ke mulut atau dari anus ke mulut.

[9] Fairyfly atau lalat peri adalah jenis tawon terkecil.

[10] Pseudergate adalah rayap bersayap (laron) yang gagal dalam metamorfosis, sehingga sisa hidupnya hanya berfungsi sebagai rayap pekerja.

[11] Weaver Ants (Oecophylla smaragdina), adalah jenis hewan yang hidup di pohon (Arboreal) dikenal dengan sebutan semut rangrang.

[12] Bivouac adalah sarang sementara sebagai ‘tenda’ yang dipakai dalam migrasi serangga sosial.

[13] Myrmica, genus dari semut merah.

[14] Istilah Myrmecophilian diambil dari kata myrmecophile yaitu organisme yang berasosiasi dengan semut. Secara literal berarti ant-loving, merefer pada hubungan mutualis (simbiosis mutualisme) dengan semut.

[15] honeydew merupakan madu yang dihasilkan oleh kutu daun ketika menyerap getah tumbuhan, madu yang keluar dari anusnya kemudian dimanfaatkan oleh semut.

[16] Mudpulp adalah tanah lumpur atau bubur kertas yang digunakan tawon (wasp) untuk membangun sarang

[17] Braconid, sejenis tawon bersifat parasit bagi serangga terutama ulat dan kutu daun.

[18] Ocelli adalah mata sederhana yang dimiliki serangga seperti tawon dan laba-laba. Dapat merasakan cahaya tetapi tidak bisa mengetahui arahnya.

[19] Brachinus, kumbang tanah yang mampu mengeluarkan dua cairan (hidrokinon dan hidrogen peroksida) yang ketika bercampur menghasilkan senyawa yang sangat panas.

[20] kutu daun cochineal adalah serangga yang selama hidupnya hanya menempel pada sesuatu dan tidak bergerak sama sekali (sessile). Cochineal menghasilkan tepung pewarna yang disebut cochineal, berwarna merah tua (crimson).

[21] Elytra atau elytron, sayap keras pada serangga yang melindungi sayap transparan, terbuat dari zat kitin dan sejatinya merupakan kerangka luar (eksoskeleton)
Baca Selengkapnya...!

Bengkel Karya SMART

"Kamu percaya jodoh Fahri," tanya Maria. "Iyah, tiap orang memiliki...," Fahri urung melanjutkan kata-katanya. Maria langsung memotong, "Jodohnya masing-masing, itu yang selalu kamu bilang." (maaf,hanya copy paste dari AAC The Movie). Ulasan di bawah ini merupakan karya sobat Pena-SMART. Pasti menarik, tentang takdir dan jodoh. Sobat penulis semua, silakan tinggalkan pesan dan komentarnya.

Kenapa Harus Protes Dengan Takdir?
Oleh: Maramita Elfani

Seringkali aku mendengar sebuah statemen, “manusia tidak bisa hanya mengandalkan skenario takdir Tuhan, tanpa melakukan apa-apa.” Sebagai interpretasi aplikatif dari ayat Innallaha la yughayyiru ma bi qaumin hatta yughayyiru ma bi anfusihim.

Yah, bahkan itulah yang sering aku lakukan, dulu. Aku tidak memungkiri Allah SWT tidak akan memberikan sesuatu secara cuma-cuma kepada kami, para makhluknya. Kecuali makhluk-makhluk terpilihnya, dan tentu saja atas kehendak-Nya. Toh, Dia berhak melakukan apapun.

Namun, sedikit yang buatku kecewa. Seringkali ayat itu di jadikan sebagai dalih legalisasi perbuatan manusia, dan tidak menutup kemungkinan termasuk aku di dalamnya. Perbuatan yang sebenarnya bukan termasuk dalam kemasan hatta yughayyiru ma bi anfusihim. Rangkaian cerita yang dirancang oleh makhluk Tuhan yang bernama nafsu, yang selalu mengikuti kemana manusia melangkah kerap menelusup di sela-sela perbuatan ”úsaha” versi manusia.

Secara umum, yang termasuk kedalam kategori takdir yang tidak bisa di rubah adalah yang berkaitan dengan rezeki, jodoh dan kematian. Kematian, mungkin tidak akan ada orang yang akan menyangkal, bahwa kematian itu rahasia Ilahi. Tidak akan ada yang mencoba beralasan atau sekedar menawarkan usaha untuk mempercepat atau memperlambatnya. Ya, kematian adalah kematian.

Berbeda dengan rezeki. Meski semua meyakini bahwa rezeki sudah di atur oleh-nya. Alokasi rezeki yang di tetapkan Tuhan sudah tercatat di lauh al-makhfudz. Namun ayat di atas tetap saja masih di posisikan di barisan pertama pintu ijtihad manusia. Semua harus ada usaha. Toh, tidak mungkin kan kita mendapat uang secara langsung (jatuh dari langit misalkan) dari Allah SWT. Okelah, mungkin usaha versi manusia kali ini bisa di terima. Meski pada akhirnya, ketika manusia sudah pada tahap putus asa dan pasrah, lagi-lagi semua akan bermuara pada takdir.

Lalu bagaimana dengan jodoh?

Sejatinya, akupun selalu bingung. Sebenarnya “usaha” yang bagaimana yang di inginkan Tuhan dari makhluk-Nya yang bernama manusia?

Mungkin kekuatan, “jodoh adalah takdir” lebih kuat mengetengahkan kuasa Tuhan di banding “rezeki sudah ada yang mengatur”.

Jika ada yang mengatakan bahwa kita harus berusaha untuk bisa mendapatkan rezeki dari Allah SWT, sebab Dia begitu menyukai sebuah proses yang dilakukan oleh hamba-Nya, aku begitu setuju, bahkan sangat setuju.

Hanya saja aku selalu bingung saat orang mengatakan. Jodoh itu sudah di tetapkan oleh Allah SWT, namun selalu masih di akhiri dengan “Tapi kita juga harus berusaha”.

Selalu membuat jidatku mengkerut tiap kali mendengarnya. Sejujurnya, aku tak habis pikir, usaha yang bagaimana yang di maksud?

Okelah, katakan saja “iya” misalnya.

Lalu sekali lagi, apa bentuk usaha itu?

Pacaran kah? Selalu berusaha berpenampilan menarik kah? Masuk pada banyak komunitas kah? Melakukan proses pancarian dengan dua alat; mata dan nafsu kah? Atau pasang iklan? Wew…

Aku sendiri tak tahu jawabnya yang mana.
Yang pasti aku selalu bingung.

Sampai saat ini yang menurutku masih sangat logis dan bisa di pertanggung jawabkan adalah, jika kita berusaha ingin mendapatkan jodoh yang baik, hanya “perbaiki diri” saja dulu. Bukankah Allah pun telah berjanji kepada kita, manusia. Siapapun yang baik akan mendapatkan pasangan yang baik pula. Berkaca pada diri sendiri, jika ingin tau jodoh kita seperti apa dan bagaimana.

Ada seorang teman mengatakan padaku. “Jika saat ini aku sedang bersenang-senang dengan lawan jenisku di luar, tidak menutup kemungkinan jodohku kelak, juga sedang melakukan hal yang sama dengan lawan jenisnya sekarang. Atau sebaliknya, mungkin saja jika saat ini aku sedang serius belajar dan bercinta dengan-Nya, maka tidak menutup kemungkinan saat ini juga jodohku pun melakukannya“.

Yap, kalimat-kalimat itu begitu lekat di otakku. Terimakasih sahabatku.

Entahlah, bagaimana seharusnya…
Aku juga tak tahu…

Yang pasti, “usaha” versi Tuhan sulit untuk di deskripsikan. Manusia hanya bisa meraba. Seringkali sebuah kebenaran yang di yakini manusia adalah kesalahan bagi Tuhan.

Hanya yakini, SEMUA DARI ALLAH
Tak perlu protes dengan takdir-Nya

Kau tak akan puas jika Allah memberikan apapun yang kau minta. Yakinilah, semua yang ada padamu, adalah pemberian Tuhan atas butuhmu. Yah, karena Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita minta.

El_Funny
Kairo, 240808
15:08

Baca Selengkapnya...!