Ikhlas; Sibuk Tapi Tetap Menulis*

Senin, 23 Februari 2009
Oleh: Nasruli Chusna**

Jum’at, 21 Februari 2009. Usai sholat ashar di masjid, mentor sekolah menulis SMART Word Smart Center Kairo, Udo Yamin Majdi, masuk aula sekretariat KMA (Keluarga Mahasiswa Aceh). Di belakangnya, turut mengiringi dua orang siswa dan seorang siswi. Udo berjalan menghampiri putrinya yang tengah tidur. Sementara itu, ketiga siswa langsung mengambil posisi duduk.

Tak lama kemudian, beberapa siswa lainnya datang. Setelah bersalam-salaman dan bertanya kabar, mereka duduk setengah melingkar. Udo yang kini telah berada di samping putrinya, terlihat akan mengungkapkan sesuatu. Pandangan semua siswa tertuju kepada Udo.

Udo membuka pertemuan dengan mengucap salam dan syukur. Lantas, menyapa hangat pada seluruh siswa. Ia menginginkan, agar para siswa memberi evaluasi terhadap pelaksanaan sekolah menulis SMART selama ini. Sekaligus menanyakan perihal tugas akhir, yang mestinya dikumpulkan saat itu.

Dayat, gitaris Clikt-It Band, membuka perbincangan setelah dipersilakan. “Perkenalkan dulu nama saya Hidayatullah, biasa dipanggil Dayat,” buka Dayat dengan memperkenalkan diri. Waktu itu yang hadir memang para peserta yang berlainan kelas. Jadi mereka jarang saling ketemu di kelas Word Smart. Dayat menyatakan bahwa tugasnya belum terselesaikan karena kendala tekhnis. Di tengah pengerjaan tugas, komputernya rusak dan perlu diperbaiki. Di samping itu juga, ada tugas lain yang harus dikerjakan.

“Baik, yang lain?” sela Udo.

“Kita kemarin disibukkan dengan ijro’at, karena akan bepergian ke luar negri,” seru Hilal, yang kali ini mendapat kesempatan bicara. Termasuk konstributor antologi cerpen KMA; “Kita menikah di surga”, sekaligus pimred buletin KMA ini menceritakan hambatan-hambatannya saat mengerjakan tugas akhir sekolah menulis SMART. Terangnya, salah satu kendalanya karena disibukkan oleh kewajiban lain di buletin.

Fathin, putri kedua Udo, terbangun dari tidur.

Sambil mengasuh “pahlawan” kecilnya, Udo meminta yang lain untuk bicara juga. Kali ini yang berujar adalah seorang akhwat. “Kalau kak Dayat komputernya rusak, saya malah nggak punya komputer,” tutur Martina. Jujur, kru buletin Terobasan berdarah Lombok ini mengatakan bahwa, sejak awal dirinya memang tak pernah mengumpulkan tugas. Entah mengapa, keinginan untuk menulis kadang terbengkelai oleh perkara yang tidak mendesak?

Tangan Udo menari di atas book note dengan pena-nya. Sedikit menunduk, ia menghirup nafas perlahan. Fathin, menggelayut di pangkuannya.

Udo mengedarkan pandangan pada seluruh siswa. Masih bersama “pahlawan” kecilnya, ia menukas, “Baik, terima kasih atas masukannya. Mari kita diskusikan bersama masalah ini.” Fathin kini sibuk dengan camilan dan minuman di depannya. Udo meluruskan dada dan menjawab pertanyaan para siswa.

Udo mulai mengisahkan secuil kegiatannya tatkala di rumah. Mengasuh anak, bekerja, membina istri dan menulis adalah sekelumit aktifitasnya sehari-harinya. Namun, meski sibuk, ia berusaha untuk istiqomah menulis. Sebagai moderator milis, ia selalu berusaha menyempatkan diri membalas email-email yang masuk. “Belum lagi kalau pertanyaan yang masuk, tidak berkenaan tentang dunia penulisan saja. Melainkan seputar tauhid, fiqih, dan sosial,” jelas Udo. Bahkan, kalau kita ikuti, website pribadinya dengan keluarga, selalu update mem-posting tulisan-tulisannya.

“Kemarin ini, saya diundang mengisi seminar di SINAI. Padahal, diwaktu itu saya juga harus bekerja,” Udo menambahkan. Dari kisahnya, ia melontarkan satu pertanyaan, “Nah, bagaimana saya menyikapi perkara seperti ini? Sementara, saya tak ingin mengecewakan semuanya. Keduanya sama-sama penting.” Lebih jauh, Udo mengatakan bahwa hal itu bisa disikapi dengan menukar jadwal saja. Yaitu ia akan bekerja, membuat tahu, setelah menghadiri undangan dari SINAI.

Dalam kasus seperti ini, kita harus bisa memetakan. Bagaimana kondisi kita saat itu (membaca realitas). Perkara apa saja yang kiranya wajib kita laksanakan dan mendesak. Kemudian, setelahnya kita bisa memilah dan menimbang, kewajiban apa saja yang bisa kita laksanakan bersamaan. Baru kalau misalkan tak menemukan “win-win solution”, maka kita bisa menyusun skala prioritas.

Pembahasan berlanjut. Fathin bermain di area colokan listrik. Karena khawatir, Dayat menghampiri dan menjaganya.

Diskusi terus mengalir seputar; bagaimana me-manage diri agar terus menulis? Dengan senang hati, Udo memberi pengarahan pada para siswa. “Yang lebih penting lagi, semua itu nggak bisa kita kerjakan, kalau tidak ikhlas, ” ujarnya. Segala sesuatu apabila kita ikhlas menjalankan, akan ringan kita kerjakan. Coba kita bayangkan, bagaimana mungkin melakukan sesuatu yang tidak kita kehendaki dengan baik? “Maka ikhlas adalah kuncinya,” ungkap Udo.

Para peserta, baik putra maupun putri, antusias mendengarkan penjelasan Udo. Mereka tak lupa mencatat hal-hal penting di booknote masing-masing. “Tapi yang lebih penting lagi,” tegas Udo. Sedikit menekan, Udo mengatakan, “semua hal tadi, akan susah dikerjakan jika hubungan kita dengan Allah tidak mesra.” Kita akan merasa hampa, jika hubungan dengan Tuhan tidak baik. Dan itu akan berpengaruh pada kondisi psikologi.

Sebelum menyudahi pertemuan, Udo sebagai mentor, menawarkan sebuah kesepakatan pada para peserta. Ia memberikan opsi, “Apakah penyerahan tugas akhir sekolah menulis, kita beri batas waktu atau tidak?” Para peserta lantas mengutarakan pendapatnya masing-masing.

“Iyah Ustadz, dikasih batas pengumpulan aja,” sergah Reza, siswa asal Aceh.

“Yah, gimana yang lain?” Udo mengharap masukan lain.

“Hmmm.. gimana yah?” Kali ini dari siswi.

“Saya sama Ruli, insya Allah terakhir tanggal 25 Februari Ustadz. Karena tinggal setengah lagi,” Dayat berkomentar.

“Sepertinya memang harus begitu, harus ada deadline-nya,” Hilal tak mau diam saja.

Beberapa masukan dari peserta, ditampung oleh Udo. Lantas, semua akhirnya sepakat bahwa batas akhir pengumpulan adalah pada 15 Maret mendatang. Bagi peserta dari KMA, tugasnya adalah menulis tokoh al-Azhar. Sedangkan bagi peserta non-KMA, adalah menulis tentang tokoh-tokoh Masisir. “Okelah, kalau gitu tolong kasih tau yang lainnya yah!” Tandas Udo sebelum menutup pertemuan dengan salam.

Kairo, 02:59 CLT, 23 Februari 2009

*Ustadz Udo dan sobat SMART-er sekalian, mohon maaf bila kutipan-kutipannya kurang tepat. Ini saya tulis dengan ingatan yang lamat-lamat saja. Semoga bermanfaat.
**Siswa sekolah menulis SMART Word Smart Center Kairo



Baca Selengkapnya...!