Bengkel Karya SMART

Sabtu, 11 Oktober 2008
Pengalaman adalah guru yang terbaik. Sobat PENA yang satu ini, Didi Suardi, menulis pengalaman pribadinya saat pertama kali datang ke Mesir. Bagaimana tegangnya, dan apa yang ia rasakan saat itu? Mari kita ikuti kisahnya.

Terdiam, Menunggu dalam Kekosongan
Oleh: Didi Suardi

Sebuah pengalaman yang menarik bagi penulis, dan sampai hari ini bayangan itu selalu dijadikan sebagai pijakan, motivasi dan pendorong buat saya peribadi. Mungkin kisah kecil ini tidak asing lagi di benak dan telinga kita. Bahkan ada sebagian diantara kita yang pernah mengalami apa yang penulis alami. Ada yang menganggap itu hal yang biasa atau lumrah tapi ada yang mengatakan itu justru menjadi antisipasi sekligus peringatan bagi kita khususnya sebagei pelajar mahasiswa. Plus Azhariyan.

Kami tidak akan menyalahkan siapa-siapa dalam hal ini. Tapi ini lebih di titik beratkan pada diri kami. Kami lah yang menjalani dan kami pula yang harus menanggung resikonya. Situasi dan kondisi bukan lah segala penyebab mundur dan majunya seseorang rosib dan tidaknya sebuah kenajahan. Itu semua bukan sebuah alasan tapi yang menentukan adalah usaha kita. Sejauh mana kita berusaha dan bersungguh-sungguh serta tak boleh menafikan satu hal yaitu berdoa. Maka Insya Allah kita akan memetik hasilnya.

Kata orang kesuskesan itu selalu indentik dengan ujian dan kerja keras. Jadi kalau kita mau menjadi orang yang benar-benar suskses? Baik itu sukses di dunia maupun di akhirat. Jelas kita harus mengikuti arurannya. Sampai orang kaya pun pasti memiliki langkah-langkah atau tahapan-tahapan dimana untuk menjadikan ia kaya. Begitupun dengan kesuksesan.

Nah pada kisah kali ini penulis ingin mengutarakan sekelumit kisah yang menurut saya pribadi, kisah yang sangat berperan penting dalam sebuah kehidupan. Mudah-mudahan saja ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

Ya! Ketika kami sampai di Negri yang dijuluki sebagai negri seribu menara ini. Sampailah saya dan teman-teman saya di rumah yang telah sediakan oleh broker kami. Alhamdulillah waktu itu kami baik-baik saja dan belum ada masalah apa-apa. Kurang lebih satu bulan hasil muqoyyad pun turun. Setelah kami mengecek ternyata muqoyyad kami bukan di Kairo melainkan di Tonto. Kami pun konfirmasi sama para senior untuk men-Tahwilkan kami dari Tonto ke Kairo. Apa pun resikonya dan mereka mau mengusahkannya.

Berangkat lah kami ke daerah sambil membawa berkas-berkasnya. Alhamdulillah ternyata semuanya berjalan dengan lancar. Tinggal menunggu hasih muqoyyad-nya. Kini kami sudah sudah bisa memastikan bahwa kami bisa kuliyah di Kairo. Kurang lebih satu bulan kami menunggu hasih muqoyyad-nya tapi tak kunjung turun juga. Kami khawatir sambil berharap-harap cemas. Munginkah kami keterima? Atau kah kami terpaksa kuliyah di daerah? Dan yang paling kami khawatirkan lagi, kami tidak masuk keduanya. Ditambah lagi kami belum sempat membeli buku diktat kuliyah. Saat itu kami bingung mana yang harus kami beli. Buku muqoror kuliyah kairo atau buku muqorrar Tanta.

Kini ujian tinggal kurang dari satu bulan lagi tapi muqoyyad belum turun juga. Kami semakin panik waktu itu, dengan perasaan yang sedikit terpaksa kami memutuskan untuk membeli buku diktat kuliath Kairo. Apa pun resikonya. Tapi ketika kami membeli ternyata sebagian dari muqararranya sudah pada habis. Cuma dua yang kami dapat.

Beberapa hari berikutanya muqoyyad-nya pun turun. Kami muqoyyad di kairo. Akhirnaya kami mulai untuk mengejer keteringgalan kami. Tapi tetap saja tidak bisa. Yang menurut hitungan jari ujian akan dimulai sebentar lagi.

Mungkin ini lah letak kesalahan kami kenapa kami tidak segera mengambil keputusan tanpa harus menunggu terlalu lama. Sampai akhirnya hampir menghabiskan waktu terlalu lama. Hanya dua kitab yang dapat kami seleseikan itu pun dengan bantuan bimbingan para senior. Sedangakan buku muqarrar yang selebihnya kami pinjam dari mereka tak sempat kami baca. Ujian termin petama al-Azhar kini suadah dimulai bagi yang Ushuludin dan Syariah hari berikutnya.

Saat kami menjalani ujian di al-Azhar, sudah sangat kerepotan sekali dari mulai cara belajarnya sampai dengan mengisi lembar jawabannya. Kalau hanya berbahasa Indonesia paling tidak kita bisa mengarang sedikit-sedikit tapi semuanya ini harus menggunakan tulisan Arab. Dua…tiga… mata kuliyah sudah kami lalui. Tinggal mata kuliyah yang ke-empat. Disini baru kami mengalami kendala dengan tuan tumah. Mereka menginginkan agar kami segera pindah dari rumah dengan alasan terlalu banyak yang tinggal dirumah itu. Perjanjian tuan rumah dan broker kami, rumah itu hanya boleh di tempati tak lebih dari 4 orang. Sedangkan kami semuanya ada 6 orang. Sebenarnya kami tidak tahu kalau ada peratursan seperti itu. Yang kami tau rumah itu disewakan untuk kami dengan harga yang telah disepakati.

Akhirnya dengan terpaksa kami harus pindah. Dia memberi kesempatan tiga hari. Kalau saja kami belum pindah mereka akan berlaku lebih dari hanya sekedar kata-kata. Dengan waktu yang sangat sedikit sekali, saya dan teman-teman serta dibantu juga oleh para senior segera mencari tempat tinggal baru. Tapi selama tiga hari itu pula kami belum mendapatkan rumah sama sekali. Sampai akhirnya kami menumpang di rumah teman-teman untuk semantara waktu.

Ujian yang tinggal satu kali lagi membuat kondisi kami berubah total, Belajar pun kadang kami lakukan di sembarang tempat. Yang penting buat kami bisa belajar.

Hampir pas satu bulan kami pun dapat rumah sewaan baru. Hari itu pula kami langsung bersiap-siap untuk pindah. Dan alhamdulillah kami bisa belajar dengan tenang.

Menurut kami, ini memang pengalaman yang pahit. Tapi ini mudah-mudahan bisa di buat pelajaran. Di samping itu pula, ini dapat mendidik kita untuk lebih giat dan rajin mundur serta melatih kesabaran juga. Walhamdulillahi Robil’alamin.

Game’ 09 September 2008

0 komentar: