Bengkel Karya SMART

Rabu, 08 Oktober 2008
Salam, Sobat penulis semua. Apa kabar? Dear. Kali ini sahabati kita, Maramita elfani, mengajak kita untuk kembali merenung. Apakah segala tindak-tanduk kita, telah didasarkan pada niat yang benar. Oleh karena Allah kah? Uang kah? Perhatian kah? Cinta kah? Prestise kah? Atau... apa? Mari kita simak bersama!

Sulit mendeteksi "Lillah"
Oleh: Maramita Elfani

Ah, apa itu Lillahita’ala???
Karena Allah?
Hanya untuk Allah?
Hemm, mungkin saja seperti itu.

Bukan hal yang sulit untuk mengatakan, “aku melakukan semua ini lillahita’ala”, “aku beribadah lillahita’ala”, “aku beramal lillahita’ala”. Bahkan, “aku mencintaimu lillah”. Ah, bagiku terlalu mudah untuk sekedar mengeluarkan kata-kata itu dari mulut manusia.

Seandainya kata-kata itu bisa dijual. Mungkin saja akan ada berjuta-juta orang yang akan membelinya. Tidak menutup kemungkinan para manusia itu akan menumpuknya sebagai stok untuk di jadikan simbol dalam mengiringi segala tingkah lakunya.

Aku tidak yakin “lillah” itu banyak termiliki oleh makhluk yang bernama manusia. Terlalu banyak hal dalam sesuatu. “Lillah” dan “tendensi” itu berbanding begitu tipis. Banyak orang yang mengecoh dan terkecoh dengannya. Yah, sekali lagi hanya simbol. Dan itu semua bullshit!.
Teramat sulit melakukan sesuatu hanya untuk-Nya. SANGAT!!!

Banyak tedensi yang berdiri tegak dengan kemilauan cahaya fananya. Dan sayangnya, sering kita terlelap dengannya, tak sadar!

Hanya kalangan elitis --di hadapan-Nya-- lah yang mampu melakukannya. Dan sekali lagi, sangat sulit terdeteksi. Orang-orang tertentu, pilihan, dan hamba ideal yang di inginkan-Nya lah yang mungkin bisa sampai pada tahap itu.

Barometer “Lillah”, bukanlah ikhlas dhohiri yang hanya terlacak via asumsi mata yang melihatnya. Tidak menutup kemungkinan memang, namun ibarat data, validitasnya perlu di pertanyakan. Bukankah don’t judge anything by the cover? Kecantikan cover bisa direkayasa oleh layouternya. Dan mungkin itulah yang sering kita lakukan dalam lelap kita. Tanpa ada khudlur dengannya, namun sebaliknya, dalam kondisi yang futhur.

Lillah, perlu dzauq. Lillah perlu ikhlas internal. Lillah perlu khudur. Lillah tak kenal tendensi, obsesi apalagi ambisi. Lillah hanya bisa di ketahui oleh dua pihak, dia dan Dia.

Mungkin saja dalam lelapku aku mengatakan, “Aku ingin bershadaqah lillah”. Yap, mungkin saja seorang aku benar-benar lillah. Tapi, tidak menutup kemungkinan seorang aku sedang lupa begitu saja dengan konsekuensi yang di harapkan oleh nuraniku. Dengan mencoba untuk tidak menyadari bahwa aku memang menginginkan sebuah pujian. Atau mungkin saja balasan dari manusia yang lain. Atau bahkan demi sebuah nama baik. Atau bahkan surga. Hmm…lalu itukah lillah?

Atau bahkan saat seseorang mengatakan “Aku mencintaimu lillah”. apa itu?
Yakin cinta itu lillah? Sebentar, tak perlu sebuah jawaban sepertinya. Untuk satu statemen ini, agaknya perlu seribu pertanyaan untuk mengambil sebuah kesimpulan.

Lalu atas dasar apa seseorang mencintai?

Menginginkan?

Ambisi?

Kepentingan?

Nafsu?

Prestise?

Atau apa?

Bahkan dengan seorang teman. Misalnya saja, seorang aku mencintai seorang sahabat. Bukan hal yang sulit untuk mengatakan semua itu hanya untuk-Nya. Hanya saja, terkadang seorang aku lupa atas sebuah kepentingan. Mungkin aku menyukainya karena dia pandai, ramah dan baik bagi seorang aku. Dengan sahabat itu, dia bisa melakukan apa yang dia inginkan. Sahabat itu mampu mendukung seorang aku untuk mencapai idealismenya. Atau bahkan seorang aku hanya merasa lebih nyaman bersamanya. Tidak ingatkah bahwa semua itu masih berbalut warna putihnya sebuah kepentingan?
Ah…lalu itukah lillah?

Aku tak ingin menodai kata itu. Lillah adalah lillah.
Tak ada kata yang patut untuk mendeskripsikannya. Terlalu suci dan sakral.

Lillah tak mengenal hijab antara dia dan Dia.

Tak ada tendensi apapun…

Yah hanya Lillah

Dan itu sangat SULIT

Wallahua’lam

Akupun tak tahu bagaimana cara melakukannya

Rabbi, tunjuki kami
Hanya jangan keluarkan kami dari koridormu
Bantu kami mencintai-Mu
Bukankah cintaMu kepada kami lebih besar dari pada cinta kita untuk-Mu?
Rabbi…

Maafkan kami

El_Funny
0400808 =>02:45

1 komentar:

Andi Zulfikar Darussalam mengatakan...

belajar ikhlas.....