Salam Cinta Teh Lela

Minggu, 21 September 2008
Tulisan ini diberi izin posting, oleh Teh Lela, el-Qolam-SMART, beberapa jam sebelum pulang ke tanah air. Dengan nada berat, penulis mengungkapkan salam Cintanya buat sobat-sobat SMART. "Duh, saya kok cuma bisa gabung bentar aja ya, sama temen-temen SMART," ungkapnya saat dihubungi lewat telefon. Silakan dikomentari.

Catatan Ringan Seorang Sahabat
Oleh: Lela Nurlela

Sebuah cacatan ringan dari seorang sahabat, hanya ingin saling berbagi.. tentunya dalam rangka syi’ar “tawashou bilhaqqi watashou bishoshobri..”

Dulu, ketika kita berani melangkahkan kaki ke negeri seribu menara, berani bertempur ke medan perjuangan yang mungkin sebenarnya kita belum tahu pasti situasi dan rintangan yang harus dihadapi nanti. Tapi subhanallah! Dengan berbekal azzam yang kuat tak lain hanya ingin menimba ilmu sebanyak-banyaknya di negeri para nabi juga dengan doa restu orang tua bahkan sanak saudara dan tetangga, alhamdulillah semua itu cukup menguatkan hati kita untuk siap bertempur, siap berkorban demi cita-cita yang agung ini. Dan Allah lah yang Maha Berkehendak, sehingga dengan karuniaNya kita benar-benar bisa menghirup debu sahara kleopatra, kita bisa duduk di bangku universitas tertua di dunia, bahkan syukur tiada tara kita diberi kesempatan untuk bisa tinggal di asrama duta bangsa lengkap dengan penerimaan ‘gaji tetap’ setiap bulan. ‘fabiayyi alairobbikuma tukadzdziban..?’

Namun sudah menjadi sunnah kehidupan, ketika kita diberi kemudahan dalam meniti sebuah jalan, dikaruniai berlimpah nikmat, pastilah di sana akan ada tantangan dan ujian. Karena setiap fase kehidupan masing-masing ada ujiannya. Layaknya kita di bangku sekolah, tentunya rumus matematika di kelas 4 SD berbeda dengan rumus matematika di kelas 5 atau 6 SD. Begitulah hidup, dengan bertambahnya umur maka cobaan akan terasa lebih nyata dan rumit. Terkadang ketika kita sedang dilanda banyak problem, ingin rasanya lari dari semua itu dan kembali menjadi anak ingusan yang tidak tahu apa itu masalah. Tidak! Jangan sekali-kali kita lari dari masalah. Masalah adalah hal yang lumrah, bukan untuk dihindari tapi untuk dihadapi. Sebenarnya ketika kita menghindar dari masalah, hakikatnya kita sedang membuat masalah baru. Jadi, apapun masalah hidup, pahit-manis merupakan bumbu yang tanpa itu hidup akan terasa hambar. Justru dengan adanya masalah, kita akan teruji dan akan terseleksi apakah kita termasuk orang yang mampu berlapang dada dan bisa mengambil hal positif ataukah sebaliknya. Begitulah manhaj yang diajarkan al-Quran, jika Allah sayang kepada seorang hamba, maka Dia akan menguji hamba tersebut tidak lain hanya untuk menaikkan derajatnya dunia akhirat, layaknya seorang pelajar jika lulus ujian di kelas 4 maka akan naik ke kelas yang lebih tinggi, kelas 5. Karena mukmin sejati hanya mempunyai dua sikap dalam hidupnya, syukur tatkala diberi nikmat dan sabar ketika tertimpa musibah.

Kembali ke kondisi real setelah kita sampai di negeri ‘ibu dunia’, setelah beberapa waktu kita beradaptasi dan mengenal lebih dekat tanah air kita yang kedua ini. Yup! Ternyata di sana ada banyak hal yang membuat hati kita sakit, terlampau kecewa. Mesir yang merupakan negeri pusat peradaban, yang di sana lahir para ilmuan besar, al-Azhar yang menjadi kebanggaan.. semua itu tidak tergambar jelas oleh mata telanjang. Yang kita temukan hanyalah kondisi masyarakat yang sebagiannya ‘tidak beradab’, masih banyak rakyatnya yang buta huruf, serta system administriasi maupun pembelajaran di al-Azhar sama sekali jauh tertinggal dari tuntutan zaman yang serba modern dan canggih sehingga mengakibatkan semua urusan tidaklah efektik mengingat santri al-Azhar adalah pelajar seluruh dunia. Ketika kita mau merenung sebentar, mempelajari semua yang kita alami dan rasakan. Kondisi yang ironis akan banyak kita temukan dalam setiap lini kehidupan. Jangan jauh-jauh kita mencari contoh, tanah air kita tercinta yang setelah dipelajari secara geografis merupakan negeri terkaya sedunia.

Namun sebagaimana kita ketahui, kita justru sama sekali tidak merasa kalau kita diberi berlimpah nikmat. Kita biarkan semua kekayaan kita dicuri oleh tangan-tangan kotor dan kita terlalu terlena dengan semua yang ada. Kita punya banyak tanah subur, tapi ternyata makanan pokok kita malah import dari luar negeri, ironis bukan? Begitu pun setelah kita tahu tanah Mesir, ternyata banyak hal yang kita temukan merupakan ironis dari keadaan yang seharusnya. Mesir adalah gudang ilmu, di sana banyak para ulama bahkan yang bergelar doktorpun tidak terhitung jumlahnya. Di setiap masjid besar diadakan pengajian rutin kitab-kitab turats yang langsung diajarkan oleh pakarnya dan tidak dipungut biaya apapun. Belum lagi harga kitab yang relative murah bahkan pameran buku internasionalpun adanya di negara Mesir. Namun ternyata realita yang ada menggambarkan kondisi yang justru sebaliknya. Sebagian rakyat mesir masih banyak yang buta huruf dan tidak mengerti ilmu-ilmu islam, padahal al-Azhar adalah lembaga pendidikan tanpa memungut biaya dan kalaupun ada pembayaran untuk administrasi sangatlah relatif murah dibanding sekolah-sekolah yang lain.

Dengan menyandang predikat ‘Mesir adalah ibu peradaban’, sebagian rakyat Mesir justru malah terlena dengan masa kejayaan di zaman dahulu kala. Tempat-tempat bersejarah dan museum-museum peninggalan masa fir’aun menjadi devisa terbesar negara karena setiap harinya tidak pernah kosong dari kunjungan para turis asing. Rasa bangga dan fanatik yang berlebihan menjadikan mereka sulit menerima perubahan dari luar, kecuali mungkin segelintir orang yang pernah pengecap study di luar negeri, gaya hidup mereka lebih moderat dan pikiran mereka lebih terbuka. Itulah sekelumit gambaran kondisi masyarakat Mesir yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan keadaan di negara kita, karena intinya hanya satu, kita sama-sama telah terlena dengan anugerah serta limpahan nikmat yang dicurahkan kepada kita. Kita belum bisa menyukuri semua karunia itu, maka wajar saja akibatnya adalah kerusakan yang terjadi di atas muka bumi ini.

Sedikit renungan atas semua yang terjadi, mungkin di atas merupakan gambaran secara global atau dalam ruang lingkup yang luas, kenegaraan. Dalam kehidupan sehari-haripun kondisi ironis sering kita lihat bahkan kita alami sendiri. Contoh kecil, seorang pelajar yang kaya raya, memiliki banyak fasilitas belajar kebanyakan mereka justru malah tidak bisa memanfaatkan apa yang mereka punya. Lain halnya pelajar yang dari golongan ekonomi standar, dia akan lebih menghargai sebuah kesuksesan, dia akan berusaha menjadi orang besar untuk bisa merasakan fasilitas hidup yang lebih layak. Ya, begitulah kenyataannya semoga saja kita termasuk orang-orang yang mampu memanfaatkan segala bentuk nikmat yang diberikan, menjadi hamba-hambaNya yang tahu betul cara menyukuri semua anugerahNya. Amin.

Berangkat dari pengalaman penulis yang Allah taqdirkan telah lulus dari al-Azhar, walaupun penulis sendiri bukanlah sosok mahasiswi yang patut dibaggakan, namun setidaknya dia telah melewati empat fase perjuangan belajar di universitas ‘kolot’ ini. Menurut penulis hanya ada tiga point yang menjadi kunci lolos dari gerbang al-Azhar ini, pertama niat, alias azzam yang kuat dalam menelaah ilmu khususnya muqarrar. Kedua, mengetahui betul gaya belajar yang paling efektif, karena setiap orang memiliki kecenderungan cara belajar masing-masing. Ketiga, doa dari semua pihak. Jika ketiga hal tersebut sudah dapat dipahami dan dilaksanakan dengan benar, maka insyaAllah dan yakinlah Allah tidak pernah menyia-nyiakan usaha hambaNya.


Ok, sekarang kita beranjak ke satu hal yang paling seru untuk dibicarakan, dia ga pernah musnah ditelan masa bahkan selalu up-date untuk dijadikan topik pembicaraan. What’s that? Apalagi klo bukan ‘CINTA’! Haha.. diakui ato ga, si cinta ini memang punya porsi tersendiri dalam episode kehidupan, so pasti dunk! Tanpa cinta, bisa jadi kita ini tidak dilahirkan, he

Menyoal tentang cinta dalam episode kemahasiswaan merupakan hal yang biasa, tidak ada yang perlu diherankan. Eiit..! tapi jangan salah tafsir ya... hal yang biasa bukan berarti kita boleh-boleh aja mengobral cinta (emangnya di pasar ikan apa, pake diobral segala!)hee Yo i, cinta memang hal biasa, wajar, normal dan seabreg kata dalam artian yang sama, apalagi kita emang lagi masa-masanya mencari cinta neh. Wuih, berapa hari ya jatah mencari cinta?hehe

Ternyata ya, setelah melalui observasi yang insyaAllah valid deh.. kita tuh harus hati-hati juga loh sama si cinta ini. Emang kenapa kok rasa cinta mesti pake hati-hati segala, dia kan normal? Emang! selain normal juga sebenarnya dia tuh suci, ini yang harus kita pertahankan, kesucian cinta! Jangan sekali-kali kita jadikan dia sebegai boomerang! Kan kasian.. Misalkan ya, ada kasus mahasiswa/i yang keliatannya ogah-ogahan belajar, tapi sebaliknya klo diajak ‘ngedate’ mah semangat 45! Ya iya lah, daripada pusing bolak-balikin kertas untuk dihafal lebih menarik ngopi darat ma doi.. Trus abis itu ternyata pas pengumuman kelulusan dia ga naik tingkat tuh.. ya wajar aja kali bung, wong kapan nyediain waktu untuk konsen baca buku klo kerjaannya cuma konsen pada si doi mulu, ya ga?! Akhir-akhirnya mereka nyesel deh dan bisa jadi mereka malah menyalahkan cinta, itu yang bikin nasib si cinta jadi kasian.. kambing ijo deh!hee Padahal kan rasa cinta ini sungguh agung dan suci, tapi karena dia dipupuk belum pada saatnya, ya jadi gitu deh.. tragis!!

Yup! Berarti kita dah punya kesimpulan dunk.. Klo ingin mempertahankan keluhuran nilai cinta yang suci maka jalannya cuma atu, dijaga tu cinta..! jangan sembarangan cepat-cepat diumbar.. Biar nanti ketika saatnya tiba, dia akan menjelma menjadi permata yang kilaunya melebihi sinar matahari (kayak gimana tuh? Emang ada ya?)hehe Jadi, sing sabar ya! Dan kalo memang sekarang udah siap (lahir batin tentunya), jangan ragu! Segera pupuk tu cinta di lahan yang halal, yang pake mahar!  Klo belum siap, ya jangan coba-coba atuh! Karena cinta bukan bahan percobaan.. Coba deh puasa wija, dijamin Allah akan memudahkan. Okeh!

3 komentar:

Anonim mengatakan...

ehemz....

nyindir gw nih? :d hehe...

oke oke tante... gw bakal hadir dah... gw belajar yang bener :D

doain gw yakz.. biar bisa bertahan d sinih. humm...


by. si botak ganteng se elqalam.

Nasruli Chusna mengatakan...

Selamat jalan Teh Lela. Semoga ilmunya bermanfaat. Dan persaudaraan tetap terjaga. :D

musaba mengatakan...

luar biasa...